Sampai saat Demam Berdarah Dengue ( DBD ) masih merupakan
masalah kesehatan, bersifat endemis dan timbul sepanjang tahun. Penyakit ini
walau banyak terjadi pada anak-anak, namun terdapat kecenderungan
peningkatan jumlah penderita dewasa serta menyebabkan morbiditas dan
mortalitas.
Diagnosis laboratoris DBD baik pada anak maupun dewasa belum
pernah dibedakan secara jelas, di mana masih memakai kriteria umum yaitu
isolasi virus dengan cara kultur, pemeriksaan serologis dengan mendeteksi
antibodi anti-dengue, maupun pemeriksaan asam nukleat dari RNA virus dengue
yang sekaligus dapat mendeteksi jenis serotipe virus dengue yang diperlukan
tidak saja untuk keperluan epidemiologi, namun salah satu faktor yang
kemungkinan dapat mengarah pada gradasi berat ringannya gejala infeksi virus
dengue.
Konsekuensinya, diperlukan pemahaman prosedur pemeriksaan yang
dapat dilakukan secara rutin maupun untuk penelitian, beserta interpretasi hasil
uji laboratorisnya. Pengertian mengenai kinetik replikasi virus dengue dan
respons terhadap host , demikian juga untuk pengumpulan dan penanganan
spesimen diperlukan untuk mengklarifikasi kekuatan dan kelemahan dari
berbagai uji/metode diagnosis infeksi virus dengue.
Diagnosis infeksi virus Dengue, selain dengan melihat gejala klinis, juga
dilakukan dengan pemeriksaan darah di laboratorium. Pada Demam Dengue
(DD), saat awal demam akan dijumpai jumlah leukosit (sel darah putih)
normal, kemudian menjadi leukopenia (sel darah putih yang menurun) selama
fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua
faktor pembekuan, tetapi saat epidemi/wabah dapat dijumpai trombositopenia
(jumlah trombosit yang menurun ). Enzim hati dapat meningkat ringan. Pada
Demam Berdarah Dengue (DBD), pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pada kasus syok/SSD, selain ditemukan
hasil laboratorium seperti DBD di atas, juga terdapat kegagalan sirkulasi
ditandai dengan terjadi penurunan demam disertai keluarnya keringat, ujung
tangan dan kaki teraba dingin, nadi cepat atau bahkan melambat hingga tidak
teraba serta tekanan darah tidak terukur. Seringkali sesaat sebelum syok,
penderita mengeluh nyeri perut, beberapa tampak sangat lemah dan gelisah.
Dalam menegakkan diagnosis infeksi virus Dengue diperlukan pemeriksaan
untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus Dengue di dalam
serum penderita baik berupa IgM antidengue maupun IgG antidengue.
Penting diketahui bahwa IgG antidengue bersifat diagnostik, dapat menjadi
parameter terjadinya dugaan infeksi dengue sekunder akut. Hal ini sesuai
dengan teori yang masih dianut sampai saat ini, yaitu teori heterologous
infection maupun ADE (Antibody Dependent Enhancement). Jadi IgG yang
terdeteksi dalam pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan adanya proteksi
atau sekedar infeksi virus dengue di masa lampau.
Diagnosis yang telah ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan laboratoris
(WHO,1997), ditunjang dengan pemeriksaan serologis adanya baik IgM anti
dengue ataupun IgG anti dengue yang idealnya diikuti kadarnya ( apabila
memungkinkan ), hal ini akan mempertajam diagnosis DBD. Pemeriksaan
lanjutan untuk mengetahui serotipe Den1,2,3,4 dari virus dengue saat ini banyak
dilakukan dengan metode molekuler yaitu nested RT-PCR ( Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction ). Untuk wabah DBD yang sekarang
merebak di Indonesia saat ini, idealnya pemeriksaan dilanjutkan tidak hanya
sampai serotipe namun untuk melihat subtipe, yang akhir-akhir ini diduga
sebagai strain baru.
Posted via Blogaway
0 komentar:
Posting Komentar