Kanker servik jadi pembunuh wanita

Tahukah Anda, bahwa dalan setiap jam wanita di Indonesia meninggal akibat kanker serviks atau lebih dikenal dengan kanker mulut rahim. Bahkan dalam setiap menit wanita di seluruh dunia meninggal karna kanker yang mematikan ini.

Beda Hormon LH dan FSH

FSH dan LH yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis anterior, sebuah kelenjar kecil yang hadir di bagian bawah otak. FSH pada dasarnya menyebabkan pematangan sel telur di dalam folikel dalam tubuh wanita.

Manfaat Bawang Putih

Khasiat atau manfaat bawang putih ternyata tidak hanya untuk menyedapkan atau sebagai bumbu masakan saja, namun ternyata banyak hal lain yg dapat di manfaatkan dari bawang puth tersebut terutamanya untuk dunia kesehatan.

Toko Kayumanis

Selamat datang di Toko Kayumanis version Online Shop Kami menjual T-shirt, kaos oblong dan jaket T-shirt, kaos oblong dan jaket yang kami jual menggunakan bahan yang berkualitas tinggi, kelebihan dari T-shirt, kaos oblong dan jaket di Toko kami dapat anda tentukan sendiri desainnya, pola ataupun grafisnya sesusai keinginan anda sehingga dapat dipastikan tidak ada T-shirt, kaos oblong dan jaket dari Toko kami yang mempunyai motif yang sama.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 31 Juli 2014

Antibodi Sitoplasma Anti-Neutrofil (ANCA)

Penyakit Terkait dengan ANCA
Kehadiran ANCA terutama terkait dengan gangguan necrotizing Granulomatosis, dan pauci-imun vaskulitis nekrosis. Gangguan ini target ginjal serta jaringan lainnya. Gangguan autoimun yang masuk dalam klasifikasi ini meliputi Wegener granulomatosis; poliarteritis necrotizing mikroskopis; sistemik vaskulitis, Churg-Strauss syndrome , obat-induced vaskulitis (terkait dengan methimazole, propylthiouracil dan hydralazine); hepatitis autoimun, dan penyakit inflamasi usus. Gangguan vaskulitis yang berhubungan dengan ANCA disebut ANCA terkait vaskulitid.
P-ANCA terlihat di Churg-Strauss sindrom Kawasaki sindrom raksasa-sel arteritis; glomerulus membran penyakit basement; glomerulonefritis progresif cepat; poliarteritis nodosa (PAN); penyakit radang usus termasuk penyakit Crohn; primary sclerosing cholangitis, rheumatoid arthritis, dan obat vaskulitis-diinduksi. Reaksi positif non-spesifik atau palsu yang paling umum dalam tes immunofluorescent untuk P-ANCA. Untuk alasan ini sekitar 17 persen pasien, terutama pasien muda dengan arthritis remaja, menunjukkan adanya P-ANCA meskipun ini umumnya dianggap reaksi positif palsu. Demikian pula, P-ANCA terdeteksi dalam gangguan hati primer sclerosing cholangitis dan hepatitis autoimun memiliki pola (atipikal) pewarnaan lengkap. Di beberapa laboratorium, di mana diferensiasi dibuat dan atipikal P-ANCA dilaporkan, informasi ini sangat membantu dalam diagnosis.
C-ANCA terlihat di poliarteritis mikroskopis, Wegener granulomatosis, Henoch-Schonlein purpura, Churg-Strauss syndrome, sindrom Kawasaki, poliarteritis nodosa, dan penyakit glomerular basement membran. C-ANCA terlihat pada hingga 85 persen pasien dengan Wegener granulomatosis dan vaskulitis. Meskipun temuan ini kontroversial, beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat atau titer C-ANCA aktivitas penyakit paralel dan dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangan penyakit serta respon pengobatan. Peneliti lain merasa bahwa hasilnya dapat menyesatkan dan bahwa gejala lebih relevan untuk mengevaluasi respon pengobatan dan perkembangan penyakit (Schmitt et al.)
Penyakit glomerular Terkait dengan ANCA
Glomerular penyakit (glomerulonefritis) adalah ginjal (ginjal) gangguan yang mempengaruhi suplai darah dari tubulus ginjal. Hal ini mengakibatkan hilangnya unit fungsional yang lengkap yang disebut nefron. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk membersihkan produk dari metabolisme protein, yang menyebabkan peningkatan kadar urea nitrogen darah (BUN) dan kondisi yang dikenal sebagai sindrom uremik. Jenis yang paling umum glomerulonefritis adalah nefropati IgA di mana deposito dari protein imunoglobulin A mengganggu fungsi ginjal.
Glomerulonefritis Progresif Cepat (RPGN) adalah sekelompok heterogen gangguan ginjal progresif cepat yang dapat menyebabkan gagal ginjal hanya dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Sindrom ini ditandai dengan nekrosis fokal glomerulonefritis dan pembentukan bulan sabit dalam kapsul ginjal Bowman. Kelimpahan sel epitel dan sel darah putih yang dikenal sebagai makrofag memampatkan glomerulus pada ginjal dan menghambat tubulus proksimal berbelit-belit, yang kompromi fungsi ginjal.
RPGN dapat berupa autoimun di alam atau dapat terjadi sebagai kondisi sekunder terkait dengan penyakit infeksi atau sebagai penyakit sekunder dengan kondisi lain, atau sebagai reaksi yang merugikan terhadap obat, termasuk reaksi langka untuk obat anti-tiroid. Anti-glomerular basement membran (GBM) antibodi dapat hadir dan sampai 80 persen pasien menunjukkan adanya ANCA dengan atau tanpa vaskulitis yang menyertainya.


Posted via Blogaway

Sabtu, 26 Juli 2014

Tes Anti-CCP untuk Diagnosis Rheumatoid Arthritis

Selama bertahun-tahun, diagnosis RA (rheumatoid arthritis) telah didasarkan pada adanya sendi polyarthritis kecil dan besar simetris di tulang bagian bawah, kemudian didukung oleh adanya kerusakan sendi khas berdasar radiografi dan faktor rheumatoid (rheumatoid factor/RF) yang makin tinggi. Namun, faktor rheumatoid sering tidak terdeteksi dini pada RA, dan deteksi faktor rheumatoid tidak spesifik untuk RA. Pengujian untuk antibodi anti-CCP dapat memberikan informasi tambahan dan, dalam beberapa kasus memungkinkan diagnosis dini dan lebih spesifik. Baca tulisan sebelumnya tentang RA.

Antibodi Anti-CCP ditemukan dalam serum hingga 10 tahun sebelum timbulnya gejala sendi pada pasien yang kemudian mengembangkan RA dan mungkin terdeteksi agak lebih awal dari rheumatoid factor. Dari 10% sampai 15% pasien RA tetap seronegatif untuk hasil tes faktor rheumatoid sepanjang mengidap penyakit ini. Tes antibodi cyclic citrullinated peptide (CCP) dapat dilakukan bersama dengan atau setelah tes rheumatoid factor (RF) untuk membantu mendiagnosis rheumatoid arthritis (RA) dan untuk menilai keparahan dan tentu saja kemungkinan penyakit (prognosis). Tes antibodi CCP juga mungkin dimintakan untuk membantu mengevaluasi perkembangan kemungkinan RA pada orang yang menunjukkan gejala tetapi belum memenuhi kriteria American College of Rheumatology (ACR) untuk RA. Menurut ACR, sekitar 95% dari mereka dengan antibodi PKC positif akan memenuhi kriteria RA di masa depan.

Mengapa tes ini dilakukan?

Untuk membantu mendiagnosis RA dan membedakannya dari jenis arthritis lain, kadang-kadang untuk membantu mengevaluasi prognosis seseorang dengan RA.

Kapan harus dilakukan tes?

Bila dokter mencurigai RA pada seseorang yang memiliki radang sendi dengan gejala yang mengarah ke RA tapi belum memenuhi kriteria RA.

Pengujian untuk faktor rheumatoid dan anti-CCP antibodi tidak bisa dilakukan berturutan untuk menilai respon pengobatan atau aktivitas penyakit pada pasien ini. Kedua tes tersebut tidak berbeda dengan adanya aktivitas inflamasi atau menghilang dengan adanya penurunan klinis penyakit.


Posted via Blogaway

Jumat, 25 Juli 2014

C-Reactive Protein


Peradangan (pembengkakan) dari arteri-arteri adalah faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Ia telah dihubungkan pada peningkatan risiko penyakit jantung, serangan jantung, stroke dan penyakit arteri peripheral.
Untuk melihat apakah arteri-arteri anda meradang sebagai akibat dari atherosclerosis, dokter-dokter dapat menguji darah anda untuk C-reactive protein (CRP). Tubuh menghasilkan CRP sewaktu proses umum dari peradangan. Oleh karenanya, CRP adalah "penanda" untuk peradangan, yang berarti kehadirannya mengindikasikan keadaan peradangan yang meningkat didalam tubuh.
CRP dan Risiko Penyakit Kardiovaskular

Pada studi-studi yang melibatkan jumlah yang besar dari pasien-pasien, tingkat-tingkat CRP tampaknya berkorelasi dengan tingkat-tingkat dari risiko kardiovaskular. Kenyataannya, CRP tampaknya memprediksi risiko kardiovaskular paling sedikit sebaik yang dilakukan tingkat-tingkat kolesterol. Data dari studi kesehatan dokter-dokter, percobaan klinik yang melibatkan 18,000 dokter-dokter yang terlihat sehat, menemukan bahwa tingkat-tingkat dari CRP yang naik dihubungkan dengan peningkatan risiko serangan jantung sebesar tiga kali.
Pada studi kesehatan wanita Harvard, hasil-hasil dari tes CRP adalah lebih akurat daripada tingkat-tingkat kolesterol dalam memprediksi persoalan-persoalan koroneri. Dua belas penanda-penanda yang berbeda dari peradangan dipelajari pada wanita-wanita yang sehat dan sudah menopause. Setelah tiga tahun, CRP adalah peramal risiko yang paling kuat. Wanita-wanita dalam kelompok dengan tingkat-tingkat CRP yang paling tinggi adalah lebih dari empat kali lebih mungkin telah meninggal dari penyakit koroneri, atau telah menderita serangan jantung yang tidak fatal atau stroke. Kelompok ini juga lebih mungkin telah memerlukan prosedur kardiak seperti angioplasty (prosedur yang membuka arteri-arteri yang tersumbat dengan menggunakan tabung fleksibel) atau operasi bypass daripada wanita-wanita dalam kelompok dengan tingkat-tingkat yang paling rendah.
Mengukur CRP

CRP diukur dengan tes darah sederhana, yang dapat dilakukan pada saat yang sama dimana kolesterol anda diperiksa. Satu tes sejenis ini adalah tes C-reactive protein (HS-CRP, juga disebut ultra-sensitive CRP atau US-CRP) yang sangat peka.penting untuk mencatat bahwa peradangan yang disebabkan oleh kondisi-kondisi lain, seperti infeksi, penyakit, atau keluarnya arthritis yang serius, dapat menaikan tingkat-tingkat CRP. Sebelum mendapatkan tes CRP, beritahukan dokter anda kondisi-kondisi medis lain mana yang anda punya.


Posted via Blogaway

Kamis, 24 Juli 2014

Pemeriksaan rheumatoid factor (RF)

Pemeriksaan rheumatoid factor (RF) adalah suatu pemeriksaan laboratorium yang mengukur jumlah antibodi RF di dalam darah. Sedangkan rheumatoid factor adalah protein yang diproduksi oleh sistem imun tubuh yang dapat menyerang jaringan sehat di dalam tubuh (bagian dari sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringannya sendiri, dan bukan jaringan asing).

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien-pasien yang dicurigai adanya penyakit autoimun seperti RA dan sindrom Sjogren. Pasien tidak perlu berinisiatif untuk melakukan pemeriksaan ini sendiri, biarkan dokter anda yang menentukan kapan anda perlu memeriksakan nilai rheumatoid factor anda.

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk membantu dokter memberikan diagnosis yang tepat terhadap penyakit RA dan menentukan terapi sesuai dengan kondisi RF saat itu.
Untuk hasil positif (nilai diatas nilai normal) pada pemeriksaan RF, hal ini mengindikasikan tingginya rheumatoid factor di dalam darah anda. Semakin tingginya RF dai dalam darah semakin dekat hubungannya dengan penyakit autoimun khususnya rheumatoid arthritis. Namun ada beberapa kondisi penyakit lain yang dapat meningkatkan nilai RF, seperti : kanker, penyakit kronis, sirosis hati, Cryoglobulinemia, sarcoidosis, scleroderma, sindroma Sjogren’s, systemic lupus erytematosus (SLE). Ada kalanya RF terdeteksi pada orang yang sehat, dan pada orang dengan penyakit autoimun hasil RF dapat memberikan hasil normal. Sampai saat ini belum ada penjelasan yang cukup mengapa hal itu bisa terjadi, namun kemungkinan terjadi seperti itu sangat kecil.


Posted via Blogaway

Selasa, 22 Juli 2014

antistreptolysin O (ASTO)


Pemeriksaan antistreptolysin (ASTO) merupakan pemeriksaan darah yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit jaringan sendi, misalnya demam rematik akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptokokus.
Pemeriksaan ASTO adalah tata cara pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar Anti streptolisin O secara kualitatif / semi kuantitatif

ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.

Apa itu jantung rematik /demam rematik( Asto Positif) ?

Penyakit demam rematik diawali dengan infeksi bakteri Streptococcus beta-hemolyticus golongan A pada kerongkongan. Infeksi ini menyebabkan penderita mengeluh nyeri kerongkongan dan demam.

Jika  infeksi tidak segera diobati, bakteri Streptococcus yang ada akan melakukan perlengketan yang kuat (adherence) di daerah sekitarnya dan merangsang pengeluaran antibodi (Ig-G). Antibodi yang dihasilkan akan mengikat kuman Streptococcus dan membentuk suatu kompleks imun dan akan menyebar ke seluruh tubuh, terutama ke jantung, sendi, dan susunan saraf.

Diagnosa jantung rematik / demam rematik ( Asto Positif ):

Diagnosa demam rematik/ melewati beberapa fase dan manifestasi klinisnya kurang spesifik. fase awal: Penderita biasanya mengalami keluhan yang tidak khas, seperti nyeri kerongkongan, demam, kesulitan makan dan minum, lemas, sakit kepala, dan batuk. Pada fase ini, kebanyakan penderita hanya didiagnosa mengalami penyakit flu atau amandel (tonsilitis) dan biasanya diberikan obat-obat penurun panas dan penghilang rasa sakit.

Demam rematik  mulai bisa diindikasikan jika penderita beberapa minggu kemudian mengalami keluhan dengan keluhan yang lebih spesifik dan serius, terutama yang berkaitan dengan sendi, jantung, dan saraf.

Uji Laboratoriom:

Diagnosa  penyakit demam rematik (ASTO) perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, di antaranya berupa pemeriksaan kadar LED (laju endap darah), CRP (C reaktive protein), dan ASTO (anti-streptolysin titer O). Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sinar X, EKG, dan echocardiography.
Manfaat Pemeriksaan Peningkatan konsentrasi ASTO lebih dari 100% merupakan bukti nyata adanya infeksi Streptokokus.


Posted via Blogaway

Minggu, 20 Juli 2014

HIV/AIDS


            HIV/AIDS termasuk jajaran penyakit yang mempunyai tingkat penularan yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena seringkali seseorang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi HIV, sehingga menjadi sumber penularan bagi orang lain. Sampai saat ini diperkirakan terdapat sekitar 28 juta orang lebih yang terinfeksi HIV di seluruh dunia. Untuk Indonesia sendiri diperkirakan orang yang terinfeksi HIV mencapai 100.000 sampai 200.000 orang yang dari tahun ke tahun akan terus bertambah.
            Seseorang terkena HIV biasanya diketahui jika telah terjadi Sindrom Defisiensi Imun Dapatan (AIDS) yang ditandai antara lain penurunan berat badan, diare berkepanjangan, Sarkoma Kaposi, dan beberapa gejala lainnya. Berkembangnya teknologi pemeriksaan saat ini mengijinkan kita untuk mendeteksi HIV lebih dini.
            Pemeriksaan Laboratorium yang paling umum dilakukan sebagai skrining pertama kali dalam melakukan pemeriksaan Anti HIV (merupakan pemeriksaan anti body) yaitu dengan metode ELISA.
Enzim-Linked immune sorbent assay (ELISA) atau dalam bahasa indonesianya disebut sebagai uji penentuan kadar immunosorben taut-enzim, merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibody dan antigen. Pada awalnya, teknik ELISA hanya digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibody dalam suatu sampel seperti dalam pendeteksian antibody IgM, IgG, dan IgA pada saat terjadi infeksi (pada tubuh manusia khususnya, misalya pada saat terkena virus HIV). Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,teknik ELISA juga diaplikasikan dalam bidang patologi tumbuhan, kedokteran, dll.


Posted via Blogaway

Jumat, 18 Juli 2014

DEFINISI FILARIASIS


Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.
ELIMINASI
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari.
Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global ( The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020 (. Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun.
PENYEBAB
Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Vektor penular : Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit kaki gajah.
CARA PENULARAN
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
GEJALA KLINIS
Filariais Akut adalah berupa ; Demam berulang-ulang selama 3 ? 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti). Diagnosis Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.
PENCEGAHAN
adalah dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu bula akan sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk baker, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk. atau ( dgn cara memberantas nyamuk ); ( dengan membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk ) ( menimbun ) ( mengeringkan ) atau ( mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk ) ( membersihkan semak-semak disekitar rumah ).


Posted via Blogaway

Kamis, 17 Juli 2014

Malaria

Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia khususnya di luar Jawa dan Bali, tetapi akhir-akhir ini di Jawa terutama Jawa Tengah terjadi peningkatan kasus malaria. Lebih dari separo penduduk Indonesia hidup atau bertempat tinggal di daerah dengan transmisi malaria sehingga berisiko tertular malaria. Berdasarkan laporan dari Sub Direktorat Malaria Departemen Ksehatan RI, terjadi peningkatan kasus malaria dari 0,51 (1999) menjadi 0,60 per 100.000 penduduk pada tahun 2001. Meskipun telah dilakukan usaha-usaha pemberantasan malaria seperti penemuan kasus secara intensif, penyemprotan eradikasi vektor, penggunaan kelambu, insidens malaria terus meningkat. Salah satu penyebab peningkakatn kasus tersebut adalah akibat kasus malaria falciparum yang resisten terhadap chloroquine di Luar Jawa dan juga di Pulau Jawa, terbatasnya jumlah tenaga mikroskopik malaria yang berpengalaman di daerah endemik, baik di rumah sakit atau di klinik kesehatan, turut berperan dalam peningkatan kasus malaria yang tak terdiagnosis (underdiagnosis atau misdiagnosis). Di kota-kota besar yang umumnya non-endemik malaria, keterbatasan tenaga mikroskopik ini lebih parah lagi. Keterlambatan diagnosis malaria falciparum pada seorang yang non-imun perjalanan kliniknya bisa dengan cepat menjadi malaria berat dan menyebabkan kematian.

Gejala klinik ini dipengaruhi oleh jenis atau strain plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium mempunyai gejala utama demam. Diagnosis klinik merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan tetapi hanya layak diterapkan di daerah perifer atau terpencil dimana pemeriksaan laboratorium untuk mendukung diagnosis klinis malaria tidak tersedia. Seorang dokter yang sudah lama tidak berhadapan dengan kasus malaria seperti dokter yang bekerja di rumah sakit di kota-kota besar (yang umumnya daerah non-endemik malaria) seringkali lupa untuk memasukkan malaria sebagai salah satu diagnosis banding pada pasien dengan demam. Mereka juga lupa atau jarang menanyakan apakah pasien demamnya mempunyai riwayat perjalanan ke daerah malaria, pernah tinggal di daerah malaria, atau pernah mendapat transfusi darah dsb. Sebagai contoh, kita sering mendengar bahwa seorang pasien malaria dianggap menderita penyakit lain (misdiagnosis) di rumah sakit di kota-kota besar dan tidak jarang bersifat fatal. Keluhan utama pasien malaria pada saat masuk rumah sakit pada dua buah rumah sakit di Sulawesi Utara berturut-turut adalah demam, sakit kepala, menggigil, pusing, mual, nyeri epigastrium, muntah, dan diare.
Untuk malaria tanpa komplikasi (malaria falciparum ringan atau malaria vivax), penyakit demam lain yang prevalens di suatu daerah yang sama misalnya demam tifoid, demam dengue, infeksi pernafasan akut, leptospirosis ringan, infeksi hanta virus, influenza dan penyakit infeksi lain dapat merupakan diagnosis bandingnya. Malaria falciparum berat harus difikirkan sebagai diagnosis banding pada seorang dengan demam, ikterus, gagal ginjal akut, perdarahan gusi, acute respiratory distress syndrom (ARDS), gangguan kesadaran (delirium sampai koma), sindrom sepsis, leptospirosis berat, febrile convulsion pada anak-anak dan sebagainya. Adanya faktor-faktor risiko tertular malaria merupakan anamnesis yang penting dalam membantu diagnosis pada seorang pasien yang dicurigai menderita malaria berat.


Posted via Blogaway

Rabu, 16 Juli 2014

Antibodi Leptospira

Antibodi Leptospira merupakan pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya antibodi serum terhadap kuman patogen leptospira, yaitu penyebab leptospirosis. Leptospirosis menunjukkan gejala yang mirip dengan beberapa penyakit infeksi lain seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, dan demam berdarah dengue.

Manifestasi Klinis:
Manifestasi klinis Leptospirosis bervariasi, mulai dari sakit dengan gejala demam ringan (Leptospirosis ringan) hingga ke bentuk iktero-hemoragik pada Leptospirosis Berat (seluruh tubuh berwarna kuning seperti sakit Hepatitis, dan timbul manifestasi perdarahan misalnya: mimisan, batuk darah, muntah darah, berak darah, perdarahan di otak).

Leptospirosis ringan (90% kasus Leptospirosis) ditandai dengan gejala demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri perut, mual dan muntah. Sedangkan Leptospirosis Berat (10% kasus Leptospirosis) disamping terdapat gejala ikterus (berwarna kuning) juga didapatkan kelainan ginjal, perdarahan di paru, dan kadang miokarditis (gangguan di jantung) yang bisa memudahkan mati mendadak. Tidak jarang perdarahan di otak (seperti stroke).

Mengapa ada pasien yang mengalami Leptospirosis ringan dan ada yang berat? Hal ini tergantung dari virulensi (keganasan) kuman Leptospira dan status kekebalan tubuh pasien yang diserang kuman tersebut.

Masa inkubasinya 2-12 hari, rata-rata 7 hari. Onset penyakit bersifat mendadak, disertai demam tinggi dan menggigil (mirip sakit malaria). Sepertiga pasien mengalami gejala awal berupa kelemahan umum (nglungkrah), dan sakit kepala.

Semua pasien Leptospirosis berat menunjukkan gejala demam yang tinggi (lebih dari 39 C) pada dua hari pertama, dan bisa berlangsung sampai 8 hari. Selanjutnya muncul gejala kuning (ikterus) di mata, kulit, dan air kencing yang berwarna kuning tua seperti air teh, sehingga sering diduga sebagai Hepatitis akut.

Komplikasi:
Saat ini Leptospirosis sering dikaitkan dengan kelainan perdarahan. Sebagian besar pasien dengan Leptospirosis Berat mengalami perdarahan (hampir 70%). Perdarahan ini bisa dalam bentuk perdarahan di bawah kulit (bintik-bintik kemerahan), perdarahan pada gusi dan langit-langit mulut, mimisan, hingga perdarahan saluran cerna (muntah darah, berak darah), perdarahan paru (batuk darah) dan perdarahan otak (mirip Stroke: sakit kepala, sulit tidur, gangguan kesadaran, dan kekakuan leher).

Sedangkan gejala pada saluran cerna yang dikeluhkan pasien antara lain: nafsu makan menurun, susah buang air besar, mual, muntah, nyeri perut, kembung dan ceguken.

Diagnosis:
Jika kita mencurigai adanya penyakit Leptospirosis (demam mendadak, disertai kelemahan umum, nyeri otot, di mata terdapat kemerahan di sekitar pupil mata), maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium (darah rutin biasanya terdapat leukositosis/ sel darah putih meningkat, trombositopeni: trombosit turun mirip demam berdarah dan peningkatan laju endap darah /LED). Bila memungkinkan diperiksa Leptodridot, Leptospira Rapid Tes (memeriksa antibodi/kekebalan tubuh kita terhadap kuman tersebut).
Manfaat Pemeriksaan Mendeteksi infeksi akut leptospira atau leptospirosis, dan membedakannya dengan penyakit infeksi lain


Posted via Blogaway

Senin, 14 Juli 2014

Anti-H.pylori IgG

Pemeriksaan Anti-H.pylori IgG merupakan pemeriksaan darah yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi IgG terhadap bakteri H.pylori yang erat kaitannya dengan penyakit ulkus peptik atau gastritis kronik. Sensitifitas dan spesifisitas terbaik dari pemeriksaan ini tercapai sekitar 6 minggu setelah dilakukan terapi.

Bagaimanakah sifat kuman Helicobacter pylori ?

Helicobacter adalah nama genus kuman yang berbentuk spiral atau batang bengkok dan berflagela yang mengalami adaptasi untuk dapat hidup dalam mukus (lendir) lambung yang menutupi selaput lendir (mukosa) lambung yang bersuasana asam kuat. Kuman ini dapat bertahan hidup dalam suasana asam kuat dengan cara memproduksi enzim urease. Enzim urease akan mengubah urea yang ada dalam cairan lambung menjadi amoniak. Tubuh kuman Helicobacter selalu diliputi oleh awan amoniak ini, dan karenanya dapat bertahan terhadap asam lambung.

Kuman ini bersifat pleomorfik artinya dapat dijumpai dalam beberapa bentuk. Dalam keadaan normal kuman ini berbentuk spiral atau batang bengkok, tetapi dalam keadaan tertentu yang kurang baik akan merubah dirinya menjadi bentuk kokoid yang merupakan bentuk pertahanan yang resisten.

Kuman ini termasuk kuman mikroaerofilik artinya hanya tumbuh dalam suasana dimana didapatkan oksigen dalam kadar rendah. Kuman ini mati pada suasana dengan kadar oksigen normal, dan mati dalam keadaan anaerobik sempurna.
Manfaat Pemeriksaan Diagnosis dan pemantauan terapi infeksi H.pylori, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.


Posted via Blogaway

Minggu, 13 Juli 2014

Anti-Amoeba


Pemeriksaan Anti-Amoeba digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap amoeba, terutama Entamoeba histolitica. Kondisi terinfeksi oleh amoeba dikenal dengan sebutan amubiasis.
Manfaat Pemeriksaan Menegakkan diagnosa amubiasis.


Posted via Blogaway

Sabtu, 12 Juli 2014

Epstein-Barr Virus Viral Capsid Antigen (VCA) IgG dan IgM Antibodies

Epstein-Barr Virus Viral Capsid Antigen (VCA) IgG Antibodies

Pemeriksaan Anti-EBV VCA IgG digunakan untuk mengetahui keberadaan antibodi IgG terhadap Epstein-Barr Virus. Antibodi ini dapat muncul mendahului antibodi IgM dan biasanya tetap bertahan seumur hidup. Konsentrasi Anti-EBV IgG dapat meningkat pada kondisi Burkitt`s lymphoma dan nasopharyngeal carcinoma (NPC).
Manfaat Pemeriksaan Diagnosa infeksi EBV akut, dan pemantauan pada pasien yang baru sembuh ataupun dengan infeksi EBV masa lampau.

Epstein-Barr Virus Viral Capsid Antigen (VCA) IgM Antibodies

Pemeriksaan Anti-EBV VCA IgM digunakan untuk mengetahui keberadaan antibodi IgM terhadap Epstein-Barr Virus (EBV) dalam darah. Antibodi ini biasanya muncul dalam waktu 2-4 bulan setelah terjadi infeksi EBV primer dan dapat bertahan selama beberapa bulan (sekitar 6-8 bulan) setelah infeksi.
Manfaat Pemeriksaan Indikator adanya infeksi EBV primer yang baru terjadi.


Posted via Blogaway

Rabu, 09 Juli 2014

Kode Warna Tabung vakum


Kode Warna Tabung vakum
Tabung vakum merupakan tabung yang telah hampa udara yang diproduksi oleh perusahaan, sehingga saat pengambilan darah maka akan tersedot sendiri dengan gaya vakum tabung ini. Tabung vakum rata-rata terbuat dari kaca antipecah atau plastik bening dengan berbagai ukuran volume yang berisi zat additif didalamnya. Tabung vakum dibedakan jenisnya berdasarkan warna tutup dan etiketnya, berikut kode warna untuk tiap tabung vakum :
1. Tutup dan Etiket Merah (Red Top)
Tabung jenis ini telah berisi reagent Clot Activator yang akan mempercepat pembekuan darah. Umumnya digunakan untuk Kimia darah, Serologi dan Bank Darah. Waktu pembekuan ideal 60 menit (sesuai standart NCCLS/National Committee Clinical Laboratory System) tetapi bisa di sentrifuge dibawah 60 menit asalkan sampel sudah mengental. Sample harus segera di sentrifuge dalam waktu maksimal 2 jam (dari pengambilan sampel). Di sentrifuge 1300-2000 rpm selama 10 menit.
Penyimpanan sampel : 22°C (dapat digunakan sampai 8 jam), 4°C (dapat digunakan 8-48 jam), -20°C (dapat digunakan diatas 48 jam). Ukuran tersedia 4 ml, 6 ml dan 10 ml.
2. Tutup dan Etiket Ungu muda (Lavender)
Berisi antikoagulan K3EDTA, sehingga darah diperoleh tidak beku. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan Hematologi. Ukuran tersedia 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 6 ml dan 8 ml.
3. Tutup dan Etiket Ungu (Violet)
Berisi antikoagulan K2EDTA, untuk mencegah pembekuan darah. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan Hematologi. Yang membedakan hanyalah isi dari antikoagulannya saja dibandingkan dengan K3EDTA lavender.
Dinding tabung bagian dalam dilapisi pengawet sehingga dapat memperpanjang waktu hidup dan metabolisme Sel darah Merah setelah proses pengambilan darah. Berisi antikoagulan K2EDTA (Ethylene Tetra Acetic Acid) yang berbentuk Spray dry. Setelah darah masuk penuh ke tabung ‘segera mungkin’ lakukan homogenisasi sebanyak 6x untuk menghindari penggumpalan thrombosit karena pada situasi thrombosit sangat bagus darah cepat sekali menggumpal. Agar mesin dapat membaca leukositenya disarankan sample darah yang masuk ketabung minimal 75% dari ml tabung yang dipakai. Ukuran tersedia 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 6 ml dan 8 ml.
4. Tutup dan Etiket Biru (Blue)
Berisi Trisodium sitrat 3,2% sesuai standart NCCLS dengan rasio sample darah : citrate = 9 : 1 (rasio yang selalu konstan akurasinya). Didesign khusus untuk tes koagulasi dan agregasi thrombosit. Dilapisi oleh double cover, yaitu : Poly Propylene (bagian dalam) agar tidak ada penguapan aditive, terjaga kevakuman. Poly Ethyline (bagian luar) mampu mengurangi insiden aktivasi platelet. Tersedia ukuran 1,8 ml, 2,7 ml dan 4,5 ml (Full Draw).
5. Tutup dan Etiket Hijau (Green)
Berisi Lithium Heparin dengan gel (PGS), baik digunakan sebagai antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion yang ada dalam darah. Direkomendasikan untuk pemeriksaan Kimia Darah, Kreatinin dan BUN, elektrolit dan enzim. Dihomogenisasi 6x dan di sentrifuge pada 1300 - 2000 rpm selama 10 menit dan kemudian plasma siap untuk dianalisa. Tersedia ukuran 1 ml, 2 ml, 3,5 ml, 5 ml dan 8 ml.
6. Tutup dan Etiket Abu-abu (Grey)
Berisi Kalium Oxalate berfungsi sebagai antikoagulan dan NaF yang berfungsi sebagai pengawet sehingga dapat menstabilkan kadar gula darah selama 24 jam pada suhu ruangan dan selama 48 jam jika disimpan pada suhu 4°C. NaF menghambat enzim Phosphoenol Pyruvate dan kerja urease (mencegah Glycolysis). Ukuran tersedia 2 ml, dan 3 ml.
7. Tutup dan Etiket Kuning (Yellow)
Disebut juga SST II/Serum Separator Tube. Berisi Silica sebagai Clot Activator dan Polymer Gel Innert sebagai pemisah serum sehingga diperoleh kualitas serum yang bagus dan mengurangi resiko timbulnya fibrin yang bisa menyumbat instrument.
Waktu mendapatkan serum hanya separuh dari Clot Activator/Red Top maka lebih menghemat waktu dan biaya. SST II / Serum Separator Tube. Sebagai pilihan terbaik untuk pemeriksaan kimia darah cito. Serum yang diperoleh lebih banyak jika dibanding dengan Clot Activator/Red Top sehingga efisien dalam pengambilan darah.
Memungkinkan untuk penundaan analisa specimen (diambil malam hari dan diproses/dianalisa esok hari). Satu tabung berfungsi sebagai penyimpan sekaligus analisa tube sehingga mengurangi kesalahan identifikasi. Setelah specimen masuk tabung dihomogenisasi 6x kemudian diamkan 15-30 menit (mengurangi resiko fibrin).Dicentrifuge pada 4000 rpm selama 10 menit (swing head) atau 15 menit (fixed angle). Ukuran tersedia 3,5 ml, 5 ml dan 8,5 ml
8. Tutup dan Etiket Hijau muda (Citrus)
Berisi Lithium Heparin sangat banyak digunakan sebagai antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion yang ada dalam darah. Direkomendasikan untuk pemeriksaan Kimia Darah, Kreatinin dan BUN, elektrolit dan enzim.
9. Tutup dan Etiket Jingga (Orange)
Tabung tidak hampa/vakum, berisi Clot Activator yang berisi gel. Digunakan untuk laboratorium yang tidak memerlukan tabung vakum untuk mengumpulkan darah. Dapat digunakan pemeriksaan Kimia darah dan Serologi. Ukuran tabung 5 ml.
10. Tutup dan Etiket Hitam (Black)
Berisi Trisodium sitrat 3,8% untuk pemeriksaan LED/ESR metode Westergren. Ukuran tabung dengan isi 2,4 ml volume cairan.


Posted via Blogaway

Antikoagulan Oksalat


Oksalat
Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja dengan
cara mengikat kalsium. Penggunaannya 1 bagian oksalat + 9
bagian darah. Biasanya digunakan untuk pembuatan adsorb
plasma dalam pemeriksaan hemostasis.
Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini digunakan pada pemeriksaan
glukosa. Kalium oksalat berfungsi sebagai antikoagulan dan NaF
berfungsi sebagai antiglikolisis dengan cara menghambat kerja
enzim Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar glukosa
darah stabil.


Posted via Blogaway

Senin, 07 Juli 2014

Antikoagulan Heparin

Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja dengan cara
menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin sehingga menghentikan
pembentukan fibrin dari fibrinogen. Ada tiga macam heparin: ammonium
heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Dari ketiga macam heparin
tersebut, lithium heparin paling banyak digunakan sebagai antikoagulan karena
tidak mengganggu analisa beberapa macam ion dalam darah.
Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah, enzim, kultur sel, OFT
( osmotic fragility test ). Konsentrasi dalam penggunaan adalah : 15IU/mL +/-
2.5IU/mL atau 0.1 – 0.2 mg/ml darah. Heparin tidak dianjurkan untuk
pemeriksaan apusan darah karena menyebabkan latar belakang biru.
Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen harus segera dihomogenisasi 6
kali dan dicentrifuge kemudian plasma siap dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam waktu maksimal 2 jam setelah sampling.

Posted via Blogaway


Posted via Blogaway

Minggu, 06 Juli 2014

Antikoagulan Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7 •2 H2O )

Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi kalsium. Trisodium sitrat
dihidrat 3.2% buffered natrium sitrat (109 mmol/L) direkomendasikan untuk
pengujian koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah 1 bagian
citrate + 9 bagian darah. Secara komersial, tabung sitrat dapat dijumpai dalam
bentuk tabung hampa udara dengan tutup berwarna biru terang.
Spesimen harus segera dicampur segera setelah pengambilan untuk mencegah
aktivasi proses koagulasi dan pembentukan bekuan darah yang menyebabkan
hasil tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan membolak-balikkan tabung
sebanyak 4-5 kali secara lembut, karena pencampuran yang terlalu kuat dan
berkali-kali (lebih dari 5 kali) dapat mengaktifkan penggumpalan platelet dan
mempersingkat waktu pembekuan.
Darah sitrat harus segera dicentrifuge dan dianalisa maksimal 2 jam setelah sampling.
Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan untuk pemeriksaan erythrocyte
sedimentation rate (ESR) atau KED/LED cara Westergreen. Penggunaannya
adalah 1 bagian sitrat + 4 bagian darah.

Posted via Blogaway

Posted via Blogaway


Posted via Blogaway

Sabtu, 05 Juli 2014

Antikoagulan EDTA ( ethylenediaminetetraacetic acid )

EDTA ( ethylenediaminetetraacetic acid, [CH2N(CH2CO2H)2]2 )
Umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium
(kalium), mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium.
EDTA memiliki keunggulan disbanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu
tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi,
seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, KED, hitung lekosit, hitung
trombosit, retikulosit, apusan darah, dsb.
K2EDTA biasanya digunakan dengan konsentrasi 1 - 1,5 mg/ml darah.
Penggunaannya harus tepat. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami
koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi,
trombosit membesar dan mengalami disintegrasi. Setelah darah dimasukkan ke
dalam tabung, segera lakukan pencampuran/homogenisasi dengan cara
membolak-balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk menghindari
penggumpalan trombosit dan pembentukan bekuan darah.
Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA), dipotassium EDTA
(K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA biasanya
digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam
bentuk cair. Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik
dan dianjurkan oleh ICSH (I nternational Council for Standardization in
Hematology) dan CLSI ( Clinical and Laboratory Standards Institute ).
Tabung EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara ( vacutainer tube )
dengan tutup lavender (purple)

Posted via Blogaway


Posted via Blogaway

Jumat, 04 Juli 2014

Antikoagulan

Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara
mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang
diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses
pembekuan . Jika tes membutuhkan darah atau plasma, spesimen harus
dikumpulkan dalam sebuah tabung yang berisi antikoagulan. Spesimen-
antikoagulan harus dicampur segera setelah pengambilan spesimen untuk
mencegah pembentukan microclot. Pencampuran yang lembut sangat penting
untuk mencegah hemolisis.
Ada berbagai jenis antikoagulan, masing-masing digunakan dalam jenis
pemeriksaan tertentu.
EDTA ( ethylenediaminetetraacetic acid, [CH2N(CH2CO2H)2]2 )
Umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium
(kalium), mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium.
EDTA memiliki keunggulan disbanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu
tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi,
seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, KED, hitung lekosit, hitung
trombosit, retikulosit, apusan darah, dsb.
K2EDTA biasanya digunakan dengan konsentrasi 1 - 1,5 mg/ml darah.
Penggunaannya harus tepat. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami
koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi,
trombosit membesar dan mengalami disintegrasi. Setelah darah dimasukkan ke
dalam tabung, segera lakukan pencampuran/homogenisasi dengan cara
membolak-balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk menghindari
penggumpalan trombosit dan pembentukan bekuan darah.
Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA), dipotassium EDTA
(K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA biasanya
digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam
bentuk cair. Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik
dan dianjurkan oleh ICSH (I nternational Council for Standardization in
Hematology) dan CLSI ( Clinical and Laboratory Standards Institute ).
Tabung EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara ( vacutainer tube )
dengan tutup lavender (purple).
Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7 •2 H2O )
Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi kalsium. Trisodium sitrat
dihidrat 3.2% buffered natrium sitrat (109 mmol/L) direkomendasikan untuk
pengujian koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah 1 bagian
citrate + 9 bagian darah. Secara komersial, tabung sitrat dapat dijumpai dalam
bentuk tabung hampa udara dengan tutup berwarna biru terang.
Spesimen harus segera dicampur segera setelah pengambilan untuk mencegah
aktivasi proses koagulasi dan pembentukan bekuan darah yang menyebabkan
hasil tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan membolak-balikkan tabung
sebanyak 4-5 kali secara lembut, karena pencampuran yang terlalu kuat dan
berkali-kali (lebih dari 5 kali) dapat mengaktifkan penggumpalan platelet dan
mempersingkat waktu pembekuan.
Darah sitrat harus segera dicentrifuge dan dianalisa maksimal 2 jam setelah sampling.
Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan untuk pemeriksaan erythrocyte
sedimentation rate (ESR) atau KED/LED cara Westergreen. Penggunaannya
adalah 1 bagian sitrat + 4 bagian darah.
Heparin
Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja dengan cara
menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin sehingga menghentikan
pembentukan fibrin dari fibrinogen. Ada tiga macam heparin: ammonium
heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Dari ketiga macam heparin
tersebut, lithium heparin paling banyak digunakan sebagai antikoagulan karena
tidak mengganggu analisa beberapa macam ion dalam darah.
Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah, enzim, kultur sel, OFT
( osmotic fragility test ). Konsentrasi dalam penggunaan adalah : 15IU/mL +/-
2.5IU/mL atau 0.1 – 0.2 mg/ml darah. Heparin tidak dianjurkan untuk
pemeriksaan apusan darah karena menyebabkan latar belakang biru.
Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen harus segera dihomogenisasi 6
kali dan dicentrifuge kemudian plasma siap dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam waktu maksimal 2 jam setelah sampling.
Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja dengan
cara mengikat kalsium. Penggunaannya 1 bagian oksalat + 9
bagian darah. Biasanya digunakan untuk pembuatan adsorb
plasma dalam pemeriksaan hemostasis.
Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini digunakan pada pemeriksaan
glukosa. Kalium oksalat berfungsi sebagai antikoagulan dan NaF
berfungsi sebagai antiglikolisis dengan cara menghambat kerja
enzim Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar glukosa
darah stabil.

Posted via Blogaway

Posted via Blogaway

Posted via Blogaway


Posted via Blogaway

Kamis, 03 Juli 2014

Rotavirus Antigen

Rotavirus adalah virus penyebab utama terjadinya gastroenteritis dan diare pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun. Pemeriksaan rotavirus antigen diperlukan terutama oleh bayi dan anak-anak, serta orang tua yang memiliki gejala infeksi rotavirus seperti diare, muntah, demam, dan sebagainya. Infeksi ini jarang terjadi pada orang dewasa dan bila terjadi biasanya asimptomatik atau sangat ringan.
Manfaat Pemeriksaan Skrining kualitatif rotavirus antigen pada sampel feses; diagnosis diferensial infeksi rotavirus dengan infeksi lainnya (bakteri, jamur dan parasit) yang juga menimbulkan diare.


Posted via Blogaway

Rabu, 02 Juli 2014

Anti-Salmonella Typhi IgM Mendeteksi Tifus Lebih Akurat dari Widal

Penyakit Tifus atau Demam Tifoid merupakan penyakit dengan gejala yang tidak
khas yang sering menjangkit masyarakat di negara berkembang terutama
dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Oleh karena itu, pendeteksian
penyakit ini harus melalui tes laboratorium sebagai penunjang di samping gejala
klinis masih merupakan faktor yang paling menentukan. Beberapa tahun
kebelakang dan sepertinya masih popular hingga saat ini, pemeriksaan Widal
menjadi pemeriksaan laboratorium yang dipercaya bisa mendeteksi penyakit
tifus secara dini. Walaupun di ketahui belakangan bahwa Tes Widal memiliki
banyak kekurangan. Sehingga di kembangkan metode baru untuk tes
pendeteksian demam tifoid yaitu Anti Salmonella Typhi IgM.
Orang Indonesia yang menunjukan reaksi widal positif tidak berarti orang tersebut sakit tifus. Hal ini berkaitan dengan sanitasi di kawasan pemukiman orang Indonesia terutama
di kota-kota besar tidak begitu baik. Sistem pembuangan limbah termasuk
kotoran manusia yang tidak baik bisa menjadi pemicu penyebaran kuman
Salmonella typhi. Tanpa disadari, kuman tersebut mencemari air dan makanan
yang di konsumsi. Maka dari itulah pemerksaan Widal pada orang Indonesia
memiliki margin of error yang sangat tinggi.
Secara umum, berikut adalah kelemahan Tes Widal untuk mendeteksi Penyakit
Tifus:
Tingkat kesalahan yang sangat tinggi, dimana sensitivitas dan spesifisitas
rendah dengan hasil positif dan negatif palsu yang sangat tinggi.
Hanya dapat mendeteksi Antibodi Salmonella Typhi non-spesifik
Pemeriksaan widal ideal membutuhkan sampel serum ganda
Hasil bisa bervariasi atar laboratorium
Sementara itu pemeriksaan laboratorium yang akurat sangat diperlukan untuk
mendekteksi dini penyakit tifus atau demam tifoid ini. Hal tersebut sangat
berguna dalam rangka penanganan yang tepat. Walaupun gejala klinis penyakit
tifus seperti demam pada sore dan malam hari, sakit kepala, mual disertai
muntah, nafsu makan menurun, bibir pecah-pecah, sakit perut termasuk diare
pada anak-anak dan sembelit pada dewasa, pembesaran hati dan limpa,
komplikasi pendarahan atau infeksi pada usus, merupakan gejala klinis yang
harus menjadi indikator utama. Berkaitan dengan hal tersebut, baru baru ini ada
metode pemeriksaan pendeteksian penyakit tifus yang sedang popular dan
dipercaya lebih akurat ketimbang pemeriksaan titer widal, yaitu dengan Anti-
Salmonella typhi IgM .
Tes Anti-Salmonella typhi IgM /IgG merupakan solid phase dari
immunochromatographic untuk deteksi antibodi IgG dan IgM pada Salmonella
typhi serum, plasma atau darah secara cepat dan kualitatif. Tes ini pada
dasarnya merupakan tes awal yang mana pada tataran tertentu, tes-tes
selanjutnya yang lebih spesifik perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi infeksi
Salmonella typhi.
Pada prinsipnya tes anti-Salmonella typhi IgM /IgG di desain untuk mendeteksi
secara berkesinambungan dan juga membedakan antibody IgG dan IgM
terhadap bakteri Salmonella Typhi di dalam serum, plasma ataupun darah
manusia.
Berikut adalah kelebihan tes anti-Salmonella typhi IgM/IgG sebagaimana di
informasikan oleh Prodia, salah satu laboratorium klinik di Indonesia:
Mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella Typhi, karena antibody
IgM muncul pada hari ke 3-4 terjadinya demam (sensitivitas lebih dari 95%)
Lebih spesifik dalam mendeteksi infeksi Salmonella Typhi dibandingkan dengan
widal sehingga bisa membedakan secara tepat berbagai infeksi dengan gejala
yang mirip (spesifisitaslebih dari 93%)
Hanya memerlukan sampel serum tunggal, sedangkan pada widal idealnya
dilakukan dua kali dengan jarak pemeriksaan antara 5-7 hari.
Antigen yang digunakan dalam tes anti-Salmonella typhi IgM/IgG responsive
terhadap antibody spesifik terutama pada pasien anak-anak, sehingga memiliki
sensitivitas yang baik pada kelompok umur tersebut.


Posted via Blogaway

Selasa, 01 Juli 2014

Pemeriksaan Widal

Pemeriksaan Widal adalah salah satu pemeriksaan yang bertujuan untuk menegakan diagnosa demam tipoid. Pemeriksaan ini masih banyak dipakai di negara-negara
berkembang dikarenakan biayanya yang relatif terjangkau dan hasilnyapun dapat
diketahui dengan segera.
Pemeriksaan widal bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi (kekebalan tubuh)
terhadap kuman salmonella dgn cara mengukur kadar aglutinasi antibodi terhadap
antigen O dan H dalam sampel darah.
Tubuh kita akan membentuk antibodi jika terpapar kuman Salmonella typhi, baik
kuman yang masuk secara alamiah dan menyebabkan sakit, kuman yg masuk
namun tidak menunjukan gejala (karier) ataupun
melalui vaksinasi.
Berbagai cara dan teknik dalam pemeriksaan laboratorium telah banyak
berkembang ke arah yg lebih baik, sehingga pemeriksaan widal tidak lagi bisa
mengetahui apakah hasil positif pada pemeriksaan tersebut terkait dengan infeksi
yg saat ini sedang terjadi atau infeksi yg terdahulu (sebelumnya).
Pada pasien yang saat ini tidak sedang sakit pun pemeriksaan widal mungkin
saja menunjukan hasil yang positif, pada pasien yg mendapat vaksinasi tipoid
hasil pemeriksaan widalnya pun bisa positif.
Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan widal yg positif bukan hanya terjadi pada
infeksi kuman Salmonella typhi, namun juga akibat infeksi kuman Salmonella yg
lain, sehingga pada saat ini pemeriksan ini tidak dapat lagi dijadikan acuan
pemeriksaan yang spesifik terhadap
penyakit tipoid.
Pengambilan sampel pasien untuk pemeriksaan widal juga kadang kurang tepat
waktunya, karena berdasarkan perjalanan penyakitnya antibodi terbentuk pada
hari ke 5-7 ke atas, sehingga tidak bijak jika pemeriksaan widal dilakukan
sebelum hari ke 5, dan kalau pun pada pemeriksaan widal didapat hasil yg positif
pada sebelum hari ke 5
maka yang terdeteksi tersebut dimungkinkan antibodi yg terbentuk tersebut
berasal dari infeksi sebelumnya.
Mengingat adanya kelemahan tersebut maka pada saat ini di era kemajuan teknik
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan tersebut seharusnya tidak lagi menjadi
pilihan, meskipun masih saja dilakukan di laboratorium-laboratorium pratama
atau di daerah-daerah dimana teknik pemeriksaan yg lain belum tersedia, namun
tetap memperhatikan hal-hal penting dalam menegakan diagnosa tipoid yaitu
tanda klinis yg menunjang (demam lebih dari 7 hari, anamnesis dan pemeriksaan
fisik) atau dilakukan pemeriksaan widal serial pada minggu ke 1 dan minggu ke 2
dan pada periode "convalescence" saat demam mulai turun (pemeriksaan cukup
bermakna jika terdapat kenaikan titer 2-4 kali).


Posted via Blogaway